Selasa, 09 Desember 2014

Transfer Ke Daerah Bisakah sebagai Insentif atau Dis-Insentif ?

Beberapa hari ini penulis membaca di berbagai media online mengenai bebrapa hal terkait dana transfer ke daerah terutama DAK. Berita di http://m.liputan6.com/bisnis/read/2144205/kinerja-buruk-dana-alokasi-khusus-tak-cair tanggal 8 Desember misalnya menyatakan bahwa MENPAN menegaskan DAK tidak akan dicairkan bagi daerah yang mempunyai kinerja buruk, kinerja buruk yang dimaksud antara lain pelayan publik yang buruk, keniatan untuk memperbaikinya, serta tidak ada kepemimpinan untuk melayani masyarakat.
            Sebelum mengomentari pernyataan dari Bapak Menpan, ada baiknya penulis sampaikan beberapa tujuan dari Transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Tujuan – tujuan ini penulis kutip dari Tesis Ciamik mas Prsetyo Indro Soejono (Evaluasi dan Reformulasi DAU Kabupaten/Kota di Indonesia, 2005, MPKP FE UI) dan Tesis penulis sendiri (Evaluasi Kebijakan Pengalokasian DAK di Indonesia, 2014, MPKP FE UI).
Beberapa tujuan dari transfer pemerintah pusat ke daerah tersebut adalah :
1.   Vertical Equalization Transfer, untuk mengkoreksi kesenjangan fiskal pada setiap level pemerintahan yang disebabkan oleh terbatasnya kewenangan pemerintah daerah untuk memungut pajak-pajak yang basis pajaknya bersifat lokal;
2.   Horizontal Equalization Transfer, untuk mengkoreksi kesenjangan fiskal antar daerah yang disebabkan oleh Keseimbangan antara kebutuhan belanja (expenditure needs) dengan kemampuan untuk menghasilkan penerimaan (revenue capacity) yang berbeda antar daerah;
3.  Koreksi Atas Penyebaran Eksternalitas (Correcting Spatial Externalities), pemerintah pusat perlu memberikan semacam insentif ataupun menyerahkan sumber-sumber keuangan agar pelayanan-pelayanan publik demikian dapat dipenuhi oleh daerah terutama jenis pelayanan publik di satu wilayah memiliki “efek menyebar” (atau eksternalitas) ke wilayah-wilayah lainnya;
4.  Mengarahkan Prioritas (Redirecting Priorities), bertujuan memberi insentif kepada daerah dalam mengarahkan kembali prioritas daerah dan pusat sesuai dengan keinginan yang diharapkan;
5.    Eksperimen Ide-Ide Baru (Experimenting with New Ideas), bantuan untuk tujuan uji coba program baru / sebuah kompensasi atas kesediaan daerah menjadi ajang uji coba suatu program baru dari pusat (Pilot Poject kebijakan baru);
6.      Stabilisasi, Transfer dana dapat ditingkatkan oleh pemerintah ketika aktivitas perekonomian sedang lesu. Di saat lain, bisa saja dana transfer ke daerah dikurangi manakala perekonomian sedang booming. Transfer untuk dana-dana pembangunan (capital grants) adalah merupakan instrumen yang cocok untuk tujuan ini. Namun kecermatan dalam mengkalkulasi amat diperlukan agar tindakan menaikkan/menurunkan dana transfer itu berakibat merusak atau bertentangan dengan tujuan stabilisasi;
7.      Memenuhi Standar Pelayanan Minimum, Daerah-daerah dengan sumber daya yang sedikit memerlukan subsidi agar dapat mencapai standar pelayanan minimum, sehingga maka dengan adanya transfer, penerapan standar pelayanan minimum di setiap daerah pun akan lebih bisa dijamin pelaksanaannya oleh Pemerintah Pusat.
Dari beberapa tujuan transfer ke daerah diatas, sebenarnya apa yang disampaikan oleh Bapak Menpan tidak sepenuhnya salah, karena memang salah satu tujuan transfer adalah untuk mengarahkan prioritas pemerintah pusat dalam bentuk insentif. Namun menjadi tidak pas karena yang disebutkan sebagai alat untuk itu adalah DAK. DAK yang ada dalam ketentuan perundangan saat ini ditujukan bukan sebagai insentif ataupun punishment bagi daerah. DAK yang ada saat ini ditujukan untuk membantu daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Ada tiga kriteria yaitu kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis yang digunakan dalam menentukan alokasi DAK masing-masing daerah. Ada juga persyaratan-persyaratan tertentu untuk mencairkan alokasi DAK setiap tahapnya. Oleh karena itu jika DAK akan dijadikan sebagai alat insentif maupun disinsentif, ketentuan perundangan terkait yang ada harus dirubah terlebih dahulu yang tentunya akan memakan waktu cukup lama.
Sebenarnya dalam postur Transfer Ke Daerah dalam APBN, sudah ada jenis pendanaan yang fungsinya sebagai insentif untuk mengarahkan prioritas yaitu Dana Insentif Daerah (DID). Dana tersebut diberikan bagi daerah-daerah yang memiliki Kinerja Keuangan, Kinerja Pendidikan dan Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan. Semua jenis kinerja yang digunakan dalam perhitungan DID adalah kinerja yang dapat diukur secara jelas. Jika memang kemudian terdapat kinerja seperti yang dimaksud oleh Bapak Menpan yang dapat diukur dengan ukuran yang jelas, bisa saja hal tersebut menjadi salah satu ukuran kinerja dalam penentuan DID sehingga daerah-daerah kemudian akan berlomba-lomba untuk berkinerja yang baik.
          Jadi kesimpulannya, transfer ke daerah bisa saja dijadikan sebagai alat insentif maupun disintentif bagi daerah yang yg berkinerja baik ataupun buruk. Namun saat ini, dengan ketentuan yang ada, hal tersebut tidak mungkin dilakukan melalui DAK. Selain karena alasan yang telah disebutkan diatas, seorang teman yang menganut paham ”konservatif” dalam hal desentralisasi fiskal mengatakan, kalau yang berkinerja buruk adalah pemerintah nya apakah pantas sanksinya akan dibebankan pada masyarakat secara langsung, mengingat kegiatan-kegiatan DAK seperti rehabilitasi sekolah, jalan, puskesmas, tempat pelelangan ikan, irigasi, air minum, sanitasi dan sebagainya secara langsung menyangkut pelayanan terhadap masyarakat. Ada jenis pendanaan lain yang mungkin dapat digunakan oleh Pemerintah Pusat untuk mengarahkan prioritas dalam hal kinerja publik ini, atau bahkan bisa saja diciptakan jenis pendanaan baru, kuncinya adalah koordinasi yang baik antar instansi pemerintah sendiri. Sebaiknya institusi lain yang akan mengeluarkan statement terkait desentralisasi fiskal, hendaknya dapat berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Keuangan, agar apa yang disampaikan menjadi jelas dan tidak menjadi polemik di Masyarakat. 

Sekian, Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq, Wassalamualaikum Wr. Wb.

2 komentar:

  1. keren nih...pake blog...:)

    BalasHapus
  2. Bapak ini gelarnya sama dengan saya, M.A.... alias Mahasiswa (tidak jadi) Abadi.... hahaha.... apa kabar pak?

    BalasHapus