Beberapa hari ini penulis
membaca di berbagai media online mengenai bebrapa hal terkait dana transfer ke
daerah terutama DAK. Berita di http://m.liputan6.com/bisnis/read/2144205/kinerja-buruk-dana-alokasi-khusus-tak-cair
tanggal 8 Desember misalnya menyatakan bahwa MENPAN menegaskan DAK tidak akan
dicairkan bagi daerah yang mempunyai kinerja buruk, kinerja buruk yang dimaksud
antara lain pelayan publik yang buruk, keniatan untuk memperbaikinya, serta
tidak ada kepemimpinan untuk melayani masyarakat.
Sebelum
mengomentari pernyataan dari Bapak Menpan, ada baiknya penulis sampaikan
beberapa tujuan dari Transfer dana dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Tujuan – tujuan ini penulis kutip dari Tesis Ciamik mas Prsetyo Indro
Soejono (Evaluasi dan Reformulasi DAU Kabupaten/Kota di Indonesia, 2005, MPKP
FE UI) dan Tesis penulis sendiri (Evaluasi Kebijakan Pengalokasian DAK di
Indonesia, 2014, MPKP FE UI).
Beberapa tujuan dari transfer pemerintah pusat ke
daerah tersebut adalah :
1. Vertical Equalization Transfer,
untuk mengkoreksi kesenjangan fiskal pada setiap level pemerintahan yang
disebabkan oleh terbatasnya kewenangan pemerintah daerah untuk memungut
pajak-pajak yang basis pajaknya bersifat lokal;
2. Horizontal Equalization Transfer,
untuk mengkoreksi kesenjangan fiskal antar daerah yang disebabkan oleh Keseimbangan
antara kebutuhan belanja (expenditure needs) dengan kemampuan untuk
menghasilkan penerimaan (revenue capacity) yang berbeda antar daerah;
3. Koreksi
Atas Penyebaran Eksternalitas (Correcting
Spatial Externalities), pemerintah pusat perlu memberikan semacam insentif
ataupun menyerahkan sumber-sumber keuangan agar pelayanan-pelayanan publik
demikian dapat dipenuhi oleh daerah terutama jenis pelayanan publik di satu
wilayah memiliki “efek menyebar” (atau eksternalitas) ke wilayah-wilayah
lainnya;
4. Mengarahkan
Prioritas (Redirecting Priorities), bertujuan
memberi insentif kepada daerah dalam mengarahkan kembali prioritas daerah dan
pusat sesuai dengan keinginan yang diharapkan;
5. Eksperimen
Ide-Ide Baru (Experimenting with New
Ideas), bantuan untuk tujuan uji coba program baru / sebuah kompensasi atas
kesediaan daerah menjadi ajang uji coba suatu program baru dari pusat (Pilot
Poject kebijakan baru);
6. Stabilisasi,
Transfer dana dapat ditingkatkan oleh pemerintah ketika aktivitas perekonomian
sedang lesu. Di saat lain, bisa saja dana transfer ke daerah dikurangi manakala
perekonomian sedang booming. Transfer untuk dana-dana pembangunan (capital
grants) adalah merupakan instrumen yang cocok untuk tujuan ini. Namun
kecermatan dalam mengkalkulasi amat diperlukan agar tindakan
menaikkan/menurunkan dana transfer itu berakibat merusak atau bertentangan
dengan tujuan stabilisasi;
7. Memenuhi
Standar Pelayanan Minimum, Daerah-daerah dengan sumber daya yang sedikit
memerlukan subsidi agar dapat mencapai standar pelayanan minimum, sehingga maka
dengan adanya transfer, penerapan standar pelayanan minimum di setiap daerah
pun akan lebih bisa dijamin pelaksanaannya oleh Pemerintah Pusat.
Dari
beberapa tujuan transfer ke daerah diatas, sebenarnya apa yang disampaikan oleh
Bapak Menpan tidak sepenuhnya salah, karena memang salah satu tujuan transfer
adalah untuk mengarahkan prioritas pemerintah pusat dalam bentuk insentif.
Namun menjadi tidak pas karena yang disebutkan sebagai alat untuk itu adalah
DAK. DAK yang ada dalam ketentuan perundangan saat ini ditujukan bukan sebagai
insentif ataupun punishment bagi daerah. DAK yang ada saat ini ditujukan untuk membantu daerah yang memiliki
kemampuan keuangan relatif rendah, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana
dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu
atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Ada tiga kriteria yaitu
kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknis yang digunakan dalam
menentukan alokasi DAK masing-masing daerah. Ada juga persyaratan-persyaratan
tertentu untuk mencairkan alokasi DAK setiap tahapnya. Oleh karena itu jika DAK
akan dijadikan sebagai alat insentif maupun disinsentif, ketentuan perundangan terkait
yang ada harus dirubah terlebih dahulu yang tentunya akan memakan waktu cukup
lama.
Sebenarnya dalam postur Transfer
Ke Daerah dalam APBN, sudah ada jenis pendanaan yang fungsinya sebagai insentif
untuk mengarahkan prioritas yaitu Dana Insentif Daerah (DID). Dana tersebut
diberikan bagi daerah-daerah yang memiliki Kinerja Keuangan, Kinerja Pendidikan
dan Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan. Semua jenis kinerja yang digunakan dalam
perhitungan DID adalah kinerja yang dapat diukur secara jelas. Jika memang
kemudian terdapat kinerja seperti yang dimaksud oleh Bapak Menpan yang dapat
diukur dengan ukuran yang jelas, bisa saja hal tersebut menjadi salah satu ukuran
kinerja dalam penentuan DID sehingga daerah-daerah kemudian akan berlomba-lomba
untuk berkinerja yang baik.
Jadi kesimpulannya, transfer ke daerah bisa saja dijadikan sebagai alat
insentif maupun disintentif bagi daerah yang yg berkinerja baik ataupun buruk.
Namun saat ini, dengan ketentuan yang ada, hal tersebut tidak mungkin dilakukan
melalui DAK. Selain karena alasan yang telah disebutkan diatas, seorang teman
yang menganut paham ”konservatif” dalam hal desentralisasi fiskal mengatakan,
kalau yang berkinerja buruk adalah pemerintah nya apakah pantas sanksinya akan
dibebankan pada masyarakat secara langsung, mengingat kegiatan-kegiatan DAK seperti
rehabilitasi sekolah, jalan, puskesmas, tempat pelelangan ikan, irigasi, air
minum, sanitasi dan sebagainya secara langsung menyangkut pelayanan terhadap
masyarakat. Ada jenis pendanaan lain yang mungkin dapat digunakan oleh
Pemerintah Pusat untuk mengarahkan prioritas dalam hal kinerja publik ini, atau
bahkan bisa saja diciptakan jenis pendanaan baru, kuncinya adalah koordinasi
yang baik antar instansi pemerintah sendiri. Sebaiknya institusi lain yang akan
mengeluarkan statement terkait desentralisasi fiskal, hendaknya dapat
berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Keuangan, agar apa yang
disampaikan menjadi jelas dan tidak menjadi polemik di Masyarakat.
Sekian, Wallahul Muwafiq Ila Aqwamith Thariq, Wassalamualaikum Wr. Wb.
keren nih...pake blog...:)
BalasHapusBapak ini gelarnya sama dengan saya, M.A.... alias Mahasiswa (tidak jadi) Abadi.... hahaha.... apa kabar pak?
BalasHapus