TRANSFORMATIONAL LEADERSHIP UNTUK TRANSFORMASI KELEMBAGAAN
Oleh : Imam Mukhlis Affandi
Definisi Leadership (Kepemimpinan)
Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) Kemenkeu dalam salah satu bahan ajar
diklat berbasis kompetensi tingkat IV (DBK IV) menyatakan bahwa kepemimpinan
adalah tentang bagaimana mempengaruhi orang lain, bawahan atau pengikut agar
mau mencapai tujuan yang diinginkan oleh sang pemimpin. Bahwa kemudian pengaruh
tersebut hanya bertahan dalam jangka pendek atau jangka panjang, ada bawahan
yang menurut karena terpaksa atau dengan sukarela dan senang hati, maka itu
hanya menyangkut gradasi saja dari kualitas kepemimpinan.
Sashkin
dan Sashkin dalam bukunya Leadership That
Matters memberikan beberapa ilustrasi tentang pendekatan kepemimpinan untuk
menggerakkan orang lain guna mencapai hasil yang diinginkan yaitu : (i)
beberapa diantara pemimpin berhasil memperoleh dukungan besar, dicinta dan
dihargai pengikutnya, (ii) segelintir pemimpin menebar ancaman dan ketakutan
terhadap bawahannya guna memperoleh hasil yang diharapkan, (iii) ada juga
pemimpin buruk, yang menggunakan kekuasaan, kebohongan dan merendahkan orang
lain, serta (iv) pemimpin terbaik yang apabila tujuan telah tercapai, maka
bawahannya akan mengatakan bahwa “inilah hasil kerja kita”.
Sementara
itu, Warren Bennis dalam bukunya “Leader,
The Strategis for Taking Change”, menyatakan bahwa kepemimpinan diperlukan
untuk menolong organisasi mengembangkan pandangan baru bagaimana supaya mereka
dapat maju yang kemudian memobilisasi perubahan organisasi menuju pandangan
baru yang lebih baik atau bisa disebut sebagai transformasi. Secara umum,
berdasarkan pengaruh yang mendasari pemimpin dalam mempengaruhi pengikutnya, model
kepemimpinan masa kini dibagi menjadi dua, yaitu model kepemimpinan
transaksional dan model kepemimpinan transformasional (transformational leadership).
Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan
transaksional didasarkan pada sistem birokrasi dalam organisasi. Pemimpin
transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa pemimpinlah yang menentukan apa
yang perlu dilakukan bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Pemimpin
transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas
organisasi. Dalam memberikan motivasi pada bawahannya agar melakukan tugasnya,
para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian reward and punishment pada bawahannya.
Karakteristik kepemimpinan transaksional
menurut Burns (1978) adalah contingen
reward dan management by-exception.
Pada contingen reward, dapat berupa
penghargaan dari pimpinan karena tugas dapat dilaksanakan dengan baik berupa
bonus, bertambahnya penghasilan atau fasilitas atau mendapatkan promosi. Management by exception menekankan
fungsi managemen sebagai kontrol. Pimpinan hanya melihat dan mengevaluasi
apakah terjadi kesalahan untuk diadakan koreksi dan memberikan intervensi pada
bawahan apabila ternyata standar tidak dipenuhi oleh bawahan. Praktik management by exception adalah pimpinan
mendelegasikan tanggung jawab pada bawahan dan menindaklanjuti dengan
memberikan pujian dan penghargaan apabila bawahan memenuhi standar yang
diinginkan.
Kepemimpinan Transformasional (Transformational Leadership)
Model
kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu
memotivasi para bawahannya agar mereka melakukan tugas yang dibebankan lebih
dari sekedar tanggung jawabnya, atau lebih dari kepentingan pribadi demi
kepentingan organisasi. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan,
mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi dan misi organisasi serta membuat
bawahan bisa menerima dan mengakui kredibilitasnya. Dengan demikian, pemimpin
transformasional merupakan pemimpin yang kharismatik, mempunyai peran sentral
dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya.
Menurut
Sashkin dan Sashkin, ada empat ciri spesifik dari model kepemimpinan
transformasional, yaitu :
1.
Communication
Leadearship
Pemimpin
transformasional harus mempunyai keterampilan komunikasi yang baik dengan
bawahannya, terutama dalam mengkomunikasikan visi dan misi organisasi serta
gagasan-gagasan dalam rangka perbaikan organisasi.
2.
Credible
Leadership
Faktor yang mendasari credible leadership adalah faktor kepercayaan (trust). Tindakan yang konsisten dari seorang pemimpin
transformasional akan memupuk kepercayaan dari bawahannya. Konsistensi antara
apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin akan
berdampak berkurangnya keraguan bawahan. Dalam memperlakukan orang lain,
seorang pemimpin transformasional juga memperlihatkan konsistensinya dengan
menunjukkan rasa hormat baik kepada teman maupun orang asing yang baru
dilihatnya. Pemimpin transformasional membangun kredibilitas dengan mengatakan
kebenaran.
3.
Caring Leadership
Pemimpin transformasional selalu menunjukkan
kepedulian terhadap orang lain. Pemimpin yang peduli akan membuat bawahan
merasa menjadi bagian dari organisasi. Pemimpin transformasional juga menaruh
rasa hormat terhadap perbedaan termasuk perbedaan pendapat, karena dia menyadari bahwa setiap orang berbeda dan
mempunyai sudut pandang berfikir yang berlainan.
4.
Creating
Opportunity
Pemimpin transformasional selalu menciptakan
peluang bagi orang lain untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya. Pemimpin
transformasional mempersiapkan bawahan untuk mampu menangani pekerjaan yang
sulit dan beresiko, serta mampu mengendalikan sendiri resiko tersebut.
Menciptakan peluang menjadi hal penting karena merupakan pemberdayaan bawahan
sehingga mempunyai kepercayaan diri atas kemampuan sendiri. Pada akhirnya pemimpin
transformasional berusaha untuk mempersiapkan bawahannya menjadi pemimpin.
Selanjutnya Bass dan Avolio dalam bukunya “Improving Organizational Effectiveness
through Transformational Leadership” mengemukakan bahwa kepemimpinan
transformasional juga mempunyai empat dimensi yaitu :
1. Dimensi idealized influence (pengaruh ideal)
dimana perilaku pemimpin transformasional membuat bawahannya mengagumi,
menghormati dan sekaligus mempercayainya.
2. Dimensi inspirational motivation (motivasi yang
menginspirasi) dimana pemimpin transformasional dianggap sebagai pemimpin yang
mampu mengartikulasi prestasi bawahan, mendemontrasikan komitmennya terhadap
seluruh tujuan organisasi serta mampu menggugah semangat tim dalam organisasi
dengan menumbuhkan optimisme. Pemimpin transformasional juga harus menghindari
menciptakan rasa takut bagi bawahannya dalam mencapai tujuan organisasi.
3. Dimensi intellectual simulation (simulasi
intelektual) dimana pemimpin transformasional harus mampu menciptakan ide-ide
baru dan memberikan solusi yang kretaif terhadap permasalahan-permasalahan
bawahan serta memberikan motivasi kepada bawahan agar mencari cara-cara baru
dalam melaksanakan tugas organisasi.
4. Dimensi individualized consideration
(konsiderasi individu) dimana pemimpin transformasional harus mau mendengarkan
dengan penuh perhatian masukan-masukan dari bawahan serta memperhatikan
kebutuhan bawahan dalam rangka pengembangan karir.
Di
Indonesia, ciri-ciri kepemimpinan transformasional sebenarnya sudah
diperkenalkan sejak lama oleh Ki Hajar Dewantara. Ajaran kepemimpinan Ki Hajar
Dewantara tertuang dalam kalimat yang sejak Sekolah Dasarsering kita dengar,
yaitu : “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing
Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”. Ing Ngarso Sung Tulodo bermakna bahwa seorang pemimpin harus mampu
memberikan suri tauladan bagi bawahannya. Suri tauladan itu dapat berupa
perilaku yang baik, kredibilitas maupun konsistensi antara apa yang diucapkan
dengan apa yang dilaksanakan. Dengan menjadi suri tauladan bagi bawahannya,
maka pemimpin akan sangat dihormati dan dikagumi oleh bawahannya. Ing
Madyo Mangun Karso bermakna bahwa seorang pemimpin harus mampu menggugah
atau membangkitkan semangat dan motivasi bawahannya. Karena itu seorang pemimpin
harus mampu memberikan inovasi-inovasi di lingkungannya serta mampu menciptakan
suasana yang kondusif untuk keamanan dan kenyamanan bekerja seluruh
bawahannnya. Tut Wuri Handayani
bermakna bahwa seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan moral dan
semangat kerja dari belakang bagi bawahannya. Dorongan moral ini sangat
dibutuhkan bagi bawahan untuk menumbuhkan motivasi dan semangat. Seorang
pemimpin yang berhasil adalah yang berhasil mendorong bawahannya untuk menjadi
sesukses dia atau malah melebihi kesuksesannya.
Mengapa
Memerlukan Transformastional Leadership?
Dari
dua jenis model kepemimpinan diatas, yang sejalan dengan transformasi
kelembagaan suatu institusi yang menginginkan adanya paradigma baru dengan
merubah visi dan misi yang ada adalah model kepemimpinan transformasional.
Beberapa ahli menyatakan model kepemimpinan transformasional sebagai breakthrough leadership (kepemimpinan
penerobos), karena pemimpin transformasional mampu membawa perubahan-perubahan
yang sangat besar bagi individu bawahan maupun organisasi secara keseluruhan
dengan memperbaiki kembali karakter individu dalam organisasi maupun perbaikan
organisasi secara keseluruhan, menciptakan inovasi-inovasi, meninjau kembali
struktur, proses, nilai-nilai dan visi misi organisasi agar lebih baik dan
relevan dengan kondisi terbaru serta tertantang untuk mencoba merealisasikan
tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap sulit direalisasikan. Seorang
pemimpin transformasional mampu menciptakan pergeseran paradigma untuk
mengembangkan praktek-praktek organisasi yang sekarang dengan yang lebih baru
dan lebih relevan.
Dengan demikian,
dampak adanya seorang pemimpin transformasional akan sangat dirasakan oleh
individu-individu bawahan atau organisasi secara umum. Bawahan seorang pemimpin
transformasional akan merasakan adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan rasa
hormat terhadap pemimpin tersebut serta menjadi termotivasi (extra effort) untuk melakukan hal-hal
yang lebih daripada yang diharapkan pemimpin. Selanjutnya, dengan adanya
suasana individu-individu seperti diatas akan membuat suatu organisasi menjadi
organisasi yang sehat dan mampu bersaing menghadapi tantangan