Dariel Huff pernah menulis sebuah buku yang memukau, How to Lie with
Statistic, bagaimana berbohong dengan statistik. Melalui buku ini, Huff
menunjukkan bahwa statistik bisa–atau malah kerap kali–menjadi alat
berbohong kepada publik yang sangat efektif. Sebagian lagi, statistik
berbohong karena peneliti tidak cermat menganalisis. Peneliti gegabah
mengambil kesimpulan. Tidak mencoba menyelami lebih jauh, apa yang ada
di balik fakta. Huff, kemudian menunjukkan berbagai peluang kebohongan.
Kalau tidak hati-hati, kita bisa keliru menggunakan data. Kita telan
mentah-mentah data yang disajikan beserta kesimpulannya. Padahal, banyak
masalah yang perlu kita cermati lebih lanjut. Banyak pertanyaan yang
harus kita ajukan secara cerdas.
Bicara tentang statistik,
Disraeli lebih sinis lagi. Ia mengatakan, di dunia ini cuma ada tidak
macam kebohongan: lies, damned lies, dan statistic (dusta, dusta yang
keji, dan statistik). Data statistik yang termasuk kategori dusta, kerap
kali muncul pada pseudo-research (penelitian semu). Ada tiga macam
penelitian: common sense research, purposive research, dan academic
research. Diantara ketiga jenis tersebut, academic research atau disebut
juga scientific research merupakan penelitian yang paling dapat
dipercaya. purposive research–penelitian bertujuan, yakni mengarahkan
hasil penelitian sesuai keinginan untuk suatu kepentingan. Common sense
research–penelitian anggapan umum–jelas termasuk pseudo-research.
Meskipun datanya dapat dilihat sebagai masukan awal untuk melihat
fenomena sosial, tetapi hasil penelitian tidak bisa dipakai untuk
membuat kesimpulan tentang realitas sosial yang ada.
Contoh kebohongan statistik karena Metode Sampling tidak tepat :
Contoh:
Disebarkan angket kepada semua mahasiswa Fakultas X yang meminta mereka
untuk memberitahu nilai IPK mereka. Dari angket yang terkumpul,
ternyata didapat rata-rata IPK mahasiswa Fakultas X adalah 3.60. Tinggi
sekali bukan? Lantas mereka menyimpulkan bahwa mahasiswa Fakultas X
pintar-pintar semuanya. Tapi ini hanyalah sebuah tipuan statistik.
Apakah yang terjadi sebenarnya? Mereka menyebarkan 500 buah angket, dan
yang kembali ke mereka hanyalah 150 angket. Tampaknya para pembaca sudah
mulai mengerti apa yang terjadi di sana, dan pasti bertanya-tanya, “Ke
mana 350 angket sisanya?”. Mungkin dibuang, tidak dikumpulkan (atau
tidak sampai ke tangan pemberi angket), dan mungkin saja diabaikan oleh
penerima angket tersebut. Orang yang mempunyai IPK yang tinggi mungkin
dengan senang hati mengisi angket tersebut, namun bagaimana dengan orang
yang tidak mempunyai IPK setinggi mereka? Mereka akan lebih enggan
untuk mengisi, dan menyebabkan sampel percobaan mereka menjadi bias
(dari “mahasiswa Fakultas X” menjadi “mahasiswa Fakultas X dengan IPK
tinggi”). Tidak heranlah hasil penelitian mereka seperti itu. Contoh
lainnya yang ekstrem adalah mendata penyebaran jenis kelamin penduduk
negara X di dalam toilet pria misalnya. Lalu didapatkan 100% penduduk
negara X berjenis kelamin pria, sesuatu yang menyesatkan. Bukan datanya
yang salah, tapi sampelnya pada dasarnya sudah bias.
Jadi apa
yang harus kita lakukan setelah tahu hal ini? Jika Anda menemukan data
statistik, atau suatu kesimpulan yang didasarkan pada data statistik
tertentu, ujilah dahulu hal tersebut. Anda harus cerdas. Apakah
tahapan-tahapan metodologisnya sudah benar dan sesuai dengan
kaidah-kaidah penelitian.
(disadur dari berbagai sumber)
Casino Hotel in Cherokee | MapYRO
BalasHapusHotel 광명 출장안마 in 군포 출장마사지 Cherokee, 강원도 출장샵 North Carolina, USA 광주광역 출장샵 - See 남원 출장마사지 mapYRO